BAB II
DASAR TEORI
2.1 Peta Topografi
2.1.1 Pengertian
Peta adalah bayangan rupa bumi yang digambarkan di
bidang datar (bidang gambar) dengan skala tertentu, sedangkan peta topografi adalah peta yang
memperlihatkan unsur-unsur asli dan buatan manusia di atas permukaan bumi.
Unsur-unsur tersebut dapat dikenal maupun diidentifikasi dan pada umumnya untuk
memperlihatkan keadaan yang sesungguhnya.
Pengertian lain mengenai
peta topografi ada dua, yaitu:
a. Peta yang menggambarkan relief permukaan bumi
beserta bangunan alami maupun buatan manusia yang ada di atasnya.
b. Peta yang menggambarkan relief/sifat permukaan
bumi yang digambarkan dengan garis kontur.
2.1.2 Garis Kontur
Garis kontur adalah garis pada peta yang
menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian yang sama terhadap bidang
refrensi yang digunakan. Kecuraman dari suatu lereng (stepness) dapat ditentukan dengan adanya interval kontur dan jarak
antara dua kontur, sedangkan jarak horizontal antara dua garis kontur dapat
ditentukan dengan cara interpolasi. Garis kontur tidak boleh saling berpotongan satu
sama lain. Selain itu garis kontur harus merupakan garis yang tertutup baik di
dalam maupun di luar peta.
Pada gambar berikut
ditunjukan jenis-jenis garis kontur:
(a) kontur sebuah bukit
(b) kontur sebuah sungai
(c) kontur daerah datar
Sifat-sifat garis kontur
adalah sebagai berikut:
1. Garis kontur selalu merupakan garis tertutup (loop), kecuali pada batas peta.
2. Dua buah garis kontur dengan ketinggian yang
berbeda tidak mungkin saling berpotongan.
3. Garis kontur tidak mungkin bercabang (dalam
hubungannya dengan keaslian alam, kecuali buatan manusia).
4. Garis kontur dengan ketinggian berbeda tidak
mungkin menjadi satu, kecuali pada bagian tanah yang vertikal akan digambarkan
sebagai garis yang berimpit.
5. Semakin miring keadaan tanah, kontur akan
digambarkan semakin rapat.
6. Semakin landai kondisi tanah, kontur yang
digambarkan semakin jarang.
7. Garis kontur yang melalui tanjung/lidah bukit akan
cembung kearah turunnya tanah.
8. Garis kontur yang melalui lembah atau teluk akan
cembung kearah titik atau hulu lembah.
9. Garis kontur yang memotong sungai akan cembung
kearah hulu sungai.
10. Garis kontur yang memotong jalan akan cembung
kearah turunnya jalan.
Garis kontur merupakan ciri khas yang membedakan peta topografi dengan peta lainnya dan
digunakan untuk penggambaran relief atau tinggi rendahnya permukaan bumi yang
dipetakan. Dari pengertian di atas dapat dipahami betapa pentingnya garis
kontur antara lain untuk pembuatan trace
jalan/rel dan menghitung volume galian dan timbunan.
2.2 Tahapan
Pembuatan Peta
2.2.1 Pengukuran Kerangka Peta
a.
Kerangka horisontal
Sesuai dengan keadaan luas daerah yang akan
dipetakan, maka kerangka peta yang digunakan dalam praktikum adalah berupa
poligon. Poligon dibagi menjadi poligon terbuka dan tertutup. Dalam proses
pembuatan kerangka horisontal poligon terbuka/tertutup diikatkan pada titik
pasti yang telah diketahui koordinatnya.
Gambar 2.2 Pengukuran gambar horizontal
Keterangan :
1,2,3,… : nomor titik
b1,b2,b3,… : sudut dalam poligon
a1, a2, a3,… : sudut luar poligon
a12,a23,a34,… : azimuth
Rumus-rumus yang harus
dipenuhi:
1. Syarat sudut
Jumlah sudut dalam poligon : Sbd = (n –
2) x 180o
Jumlah sudut luar poligon :
Sb = (n +
2) x 180o
Dengan :
n = jumlah titik poligon
Sb =
jumlah sudut poligon
2. Syarat sisi
Jumlah proyeksi pada sumbu y = S(d sin a) = 0
Jumlah proyeksi pada sumbu x =
S(d cos a) = 0
3. Azimuth awal
Pengukuran azimuth
didasarkan pada arah utara magnet bumi atau azimuth
kompas.
4. Menghitung azimuth
masing-masing titik
Untuk poligon sudut dalam a(n,n+1) = a(n – 1, n) + 180o - bd
Untuk poligon sudut luar a(n,n+1) = a(n – 1, n) - 180o + b
Dengan: n = nomor titik
a = azimuth
b
= sudut
luar/dalam poligon
Cara perhitungan poligon dilakukan menurut
tetapan:
1. Menjumlahkan sudut dari sudut dalam atau luar yang
diukur.
2. Menentukan besar penyimpangan (b) kemudian memberikan koreksi pada tiap titik.
3. Menghitung sudut jurusan didasarkan pada sudut
poligon yang telah terkoreksi.
4. Menghitung proyeksi titik ke sumbu x dan y, yaitu
d sin a dan d cos a.
5. Menentukan penyimpangan jumlah jarak proyeksi dan
memberikan koreksi pada tiap-tiap jarak tertentu
b.
Kerangka vertikal
Kerangka vertikal diukur
dengan menggunakan alat waterpass.
Pekerjaan waterpassing atau
pengukuran beda tinggi, yaitu:
1. Pengukuran beda tinggi
di suatu tempat.
2. Pengukuran
profil/penampang tanah pada arah melintang.
Beda tinggi antara dua titik adalah selisih tinggi
dalam vertikal atau jarak terpendek antara dua nivo yang melalui titik
tersebut. Penampang adalah tampang yang arahnya melintang. Pengukuran beda
tinggi diperlukan untuk menghitung volume galian dan timbunan tanah.
Dalam pembuatan peta topografi digunakan
pengukuran memanjang untuk ketinggian titik detail dan dari hasil pengukuran
didapat beda tinggi suatu titik ikat (poligon) terhadap titik ikat lainnya.
Beda tinggi yang didapat nantinya akan digunakan sebagai data dalam pembuatan
dan penggambaran peta topografi.
Pengukuran beda tinggi
antara dua titik dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:
1. Metode menyipat datar
Metode ini menggunakan waterpass sebagai alat ukur.
DHAB = BTA
– BTB
HB = HA + DHAB
Dengan :
DHAB :
beda tinggi antara titik A dan titik B
BT : Bacaan benang tengah
H : Ketinggian/elevasi
2. Metode barometris
Metode barometris
menggunakan barometer sebagai alat ukur. Metode ini memakai prinsip menggunakan
tekanan udara pada tempat yang akan dicari ketinggiannya. Untuk mengetahui
ketinggian dari muka air laut rata-rata. Setelah ketinggian diketahui maka beda
tinggi yang diperoleh kurang akurat, karena tergantung dari suhu, kelembaban
udara, dan juga gaya tarik bumi.
Dalam pemilihan titik detail harus disesuaikan
dengan kondisi lapangan,, yaitu jangan terlalu jarang maupun terlalu rapat.
Jika titik terlalu jarang maka hasil peta situasi tidak akan mencerminkan
kondisi yang sebenarnya, namun jika terlalu rapat, kurang efisien. Untuk daerah
datar cukup diambil beberapa titik saja tetapi untuk tanah bergelombang diambil
titik efektifnya, untuk parit diambil data tentang kedalaman dan lebarnya.
Agar pengambilan titik
detail lebih mudah, mengenai sasaran, maka titik tersebut dapat dikelompokan sebagai berikut:
a. semua jalan (meliputi: jalan raya, jalan kecil,
dll)
b. saluran-saluran air, batas sungai, batas pantai
c. jembatan, gardu listrik, tugu, monumen, dll
d. lapangan olahraga, lapangan terbang, persawahan,
permukiman
e. kantor pemerintahan, kantor polisi, bank, pasar,
toko, dll
f. batas-batas propinsi, kabupaten, kecamatan,
kelurahan, dll
Pada setiap pengukuran suatu titik detail, perhitungan
jarak dan beda tinggi dilakukan dengan cara tachimetri
atau disesuaikan dengan alat yang digunakan, untuk theodolit digunakan rumus-rumus sebagai berikut:
Jd
(jarak datar) = Jm cos m
= (BA –
BB) x 100 x cos2 m
Beda
tinggi = DH = ½ (BA – BB) x 100 sin 2m +
i– BT
Dengan:
i = tinggi alat
BA = bacaan benang atas
BB = bacaan benang bawah
BT = bacaan benang tengah
m = sudut miring
z = sudut zenith = 90o - m
DH = beda tinggi antara titik
A dan B
Jd = jarak datar
Jm = jarak miring
3. Metode Trigonometri
Pada
metode ini alat yang digunakan adalah theodolit. Beda
tinggi antara A dan B = Jd tan m
Dengan:
Jd =
jarak datar
z = sudut
zenith
m = sudut miring
c. Data yang harus diukur
Data yang harus dicari tergantung dengan alat yang
digunakan. Data yang perlu diukur dalam kaitannya dengan pengukuran kerangka
horisontal dengan menggunakan theodolit
adalah benang atas, benang bawah, benang tengah, azimuth, zenith, tinggi
alat dan sketsa pengukuran, sedangkan data yang perlu diambil untuk kerangka
vertikal adalah data dari penggunaan waterpass,
yaitu benang atas, benang bawah, dan benang tengah.
d. Praktikum
yang dilaksanakan
Praktikum dilaksanakan di lokasi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kerangka horisontal
berupa poligon segi lima tidak beraturan. Pengukuran kerangka horisontal dengan
menggunakan theodolit 0 (T0) dan digital theodolit (DT),
sedangkan untuk kerangka vertikal digunakan alat berupa waterpass. Setiap titik poligon dilakukan dua kali pengukuran,
yaitu pengukuran pergi dan pengukuran pulang.
2.2.2
Pengukuran Titik Detail
Titik detail adalah semua penampakan yang ada di
muka bumi baik alamiah maupun buatan manusia. Pada pengukuran ini tidak mungkin
dilakukan secara lengkap dan terperinci, oleh karena itu harus diambil titik
detail seefektif mungkin yang dapat mewakili dalam penggambaran peta situasi
nantinya.
a. Cara-cara pengambilan titik
detail
Dalam pengukuran titik
detail dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :
1. Pengukuran Titik Detail dengan Cara Memancar
Cara ini
dipakai jika jarak antara titik pasti berdekatan. A dan B adalah titik pasti.
Dari gambar di atas pesawat diletakan di titik A lalu diambil a1, a2, a3,…,
sedangkan arah sumbu masing-masing menjauhi titik A, begitu juga titik B.
2. Pengukuran Titik Detail dengan Cara Melompat
Adakalanya
kita mengalami kesulitan jika menggunakan metode memancar dalam mengukur titik
detail karena titik pasti berjauhan, sehingga diperlukan cara melompat.
3. Pengukuran Titik Detail dengan Cara Grid
Dilakukan
dengan membuat grid-grid tiap jarak tertentu.
b. Data yang harus diukur
Data pengukuran titik
detail yang diperlukan adalah azimuth,
zenith, benang atas, benang bawah,
benang tengah, dan tinggi alat serta sketsa pengukuran titik tersebut. Data tersebut
digunakan untuk mencari jarak dan beda tinggi antara tempat alat didirikan
dengan titik detail yang diukur.
c.
Praktikum yang dilaksanakan
Alat yang digunakan untuk
pengukuran titik detail adalah theodolit 0
(T0) dan digunakan cara
pengukuran memancar pada tiap titik poligon. Pada titik poligon dilakukan
pendekatan dalam arah azimuth 0o,
45o, 90o, 135o, 180o, 225o,
270o, dan 315o serta ke arah titik penting lainnya,
antara lain sudut-sudut bangunan, jalan, talud, saluran air, dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar