Sabtu, 22 Maret 2014

BAB III
PERALATAN DAN PROSEDUR
PELAKSANAAN

3.1     Peralatan yang Digunakan
Dalam praktikum Ilmu Ukur Tanah ini peralatan yang digunakan antara lain, theodolit konvensional, theodolit digital, waterpass, statif, payung, rambu, alat tulis, dan formulir.

3.1.1        Theodolit Digital
Theodolit terbagi atas tiga bagian, yaitu bagian bawah, bagian tengah, dan bagian atas. Bagian bawah terdiri dari skrup penyetel yang menyangga suatu tabung dan plat yang berbentuk lingkaran. Bagian tengah terdiri dari suatu rambu yang dimasukkan ke dalam tabung, dimana pada bagian bawah sumbu ini adalah sumbu tegak atau sumbu pertama (S1). Di atas S1 diletakkan lagi plat yang berbentuk lingkaran yang berjari-jari lebih kecil daripada jari-jari plat bagian bawah. Pada dua tempat di tepi lingkaran dibuat alat pembaca yang disebut nonius (N0).
Suatu nivo diletakkan pada atas plat nonius untuk membuat sumbu tegak lurus. Bagian atas terdiri dari sumbu mendatar atau sumbu kedua (S2), pada S2 diletakkan plat berbentuk lingkaran dan dilengkapi skala untuk pembacaan skala lingkaran. Pada lingkaran tegak ini di tempatkan kedua nonius pada penyangga S2.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan ada dua perbedaan antara lingkaran mendatar dengan lingkaran vertikal. Untuk skala mendatar titik harus ikut berputar bila teropong diputar pada S1 dan lingkaran berguna untuk membaca skala sudut mendatar. Sedangkan lingkaran berskala vertikal baru akan berputar bila teropong diputar terhadap S2. Pembacaan ini digunakan untuk mengetahui sudut miring.

Cara penggunaan theodolit digital :
1.    Cara seting optis
a.    Alat diletakkan di atas patok, paku payung terlihat pada lensa teropong untuk centering optis.
b.    Pengunci kaki statif dikendurkan, kaki statif ditancapkan ke tanah dan dikunci atau di kencangkan lagi.
c.    Gelembung nivo diatur berada tepat pada tengah lingkaran.
d.   Mengatur salah satu nivo tabung dengan mengatur sekrup pengatur nivo.
e.    Mengatur nivo tabung yang lain.
f.     Mengatur nivo teropong dengan sekrup pengatur nivo teropong.

2. Cara penggunaan alat
a.    Memasukkan baterai ke dalam tempatnya kemudian melakukan centering optis ke atas.
b.    Menghidupkan display dan atur sesuai keperluan.
c.    Untuk membaca sudut mendatar, arahkan teropong pada titik yang dikehendaki kemudian membaca pada display.
d.   Untuk membaca sudut vertikal, teropong diarahkan secara vertikal dan kemudian dibaca pada display.

Gambar 3.1 Theodolit Digital

Keterangan gambar theodolit digital ( DT 20 ES ) :
1.      Nivo kotak
2.      Klem pengunci
3.      Penggerak halus
4.      Tempat battery
5.      Klem pengunci lingkaran horisontal
6.      Penggerak halus lingkaran horisontal
7.      Klem pengatur nivo tabung
8.      Handle / pembawa
9.      Lensa okuler
10.  Klem pengatur fokus benang
11.  Tombol ON / OFF
12.  Nivo tabung
13.  Display
14.  Keyboard ( papan tombol )
15.  Plat dasar

3.1.2    Theodolit 0 (T0)
Pada dasarnya alat theodolit konvensional sama dengan theodolit digital, hanya pada alat ini pembacaan sudut azimuth dan sudut zenith dilakukan secara manual. Theodolit 0 (T0) dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian atas, bagian tengah, dan bagian bawah. Bagian bawah terdiri atas sumbu yang dimasukkan ke dalam tabung, di atasnya terdapat alat pembaca nonius. Di tepi lingkaran terdapat alat pembaca nonius. Bagian atas terdiri dari bagian mendatar. Di atasnya terdapat teropong dilengkapi dengan sekrup-sekrup pengatur fokus dan garis-garis bidik diagfragma.

Cara penggunaan theodolit 0 (T0) :
1. Alat dipasang di atas patok. Untuk mengetahui as pesawat tepat di atas patok atau belum, digunakan pendulum dan diusahakan ketelitiannya 3 mm. Jika alat belum tepat di atas patok, maka perlu digeser sehingga pendulum tepat berada di atas patok.
2. Sebelum digunakan alat diatur sedemikian rupa sehingga alat berada dalam posisi mendatar. Pengaturan dilakukan dengan bantuan sekrup pengatur instrumen dan nivo kotak. Setelah dilakukan pengaturan dengan tepat, alat dapat digunakan.

Gambar 3.2 Theodolit Konvensional (TO)

Keterangan gambar theodolit 0 (T0)  :
1.      Plat dinding pelindung lingkaran vertikal di dalamnya
2.      Ring pengatur lensa tengah
3.      Pengatur fokus benang silang
4.      Alat baca lingkaran vertikal/horisontal
5.      Lensa obyektif
6.      Klem vertikal teropong
7.      Penggerak halus teropong
8.      Klem alhidade horisontal
9.      Penggerak halus horisontal
10.  Nivo kotak alhidade horisontal
11.  Plat dasar instrumen
12.  Nivo tabung alhidade horisontal

3.1.3        Waterpass
Waterpass digunakan untuk mengukur beda tinggi suatu titik di atas permukaan bumi. Bagian-bagiannya antara lain :
a.    lensa teropong
b.   cermin
c.    nivo
d.   alat penggerak halus

Waterpass terdiri atas dua lensa, yaitu lensa obyektif dan lensa okuler. Di samping itu terdapat lensa pembalik yang membuat jalannya sinar dari obyek ke pengamat lurus. Fungsi cermin dipakai untuk mengawasi nivo oleh pengamat sambil mengarahkan teropong ke obyek yang dituju.
Untuk mengontrol posisi pesawat apakah sudah datar atau belum digunakan nivo. Sedangkan untuk mengatur teropong sehingga pembacaan titik menjadi jelas digunakan alat penggerak halus.
 Gambar 3.3 Waterpass 

Keterangan gambar waterpass :
1.      Sekrup penggerak lensa teropong                         5. Sekrup penyetel
2.      Lensa okuler                                                          6. Klem pengunci
3.      Cermin pemantul bidang nivo tabung                   7. Penyetel arah sudut
4.      Nivo tabung                                                          8. Lensa obyektif

3.1.3  Rambu

Gambar 3.4 Rambu ukur

Bentuk rambu mirip dengan mistar kayu yang besar, dilengkapi dengan skala pembacaan tiap satu sentimeter dan skala besarnya merupakan huruf E. Panjang rambu adalah tiga meter. Bahan rambu ada yang dari kayu maupun alumunium. Rambu berguna untuk membantu theodolit dalam menentukan jarak secara optis. Hal yang perlu diperhatikan adalah dalam memegang rambu harus tegak lurus terhadap titik yang ditinjau.

3.1.5    Patok Kayu

Gambar 3.5 Patok kayu

Patok kayu dibuat dari reng ¾ atau bujur sangkar dan panjangnya ± 90 centimeter yang salah satu ujungnya diruncingkan dan di ujung lainnya di beri paku payung agar pembacaan nonius lebih akurat.

3.1.6    Payung

Gambar 3.6 Payung

Payung digunakan untuk melindungi theodolit dari sinar matahari dan hujan. Sebaiknya payung tersebut bukan terbuat dari bahan logam.

3.1.7    Pendulum

Gambar 3.7 Pendulum

Alat ini digunakan untuk membantu dalam meletakkan alat dalam kondisi tegak lurus terhadap titik yang ditinjau. Karena salah satu syarat utama dalam pengukuran sudut adalah sumbu vertikal harus tegak lurus sumbu horisontal. Untuk peralatan modern pendulum diganti dengan cara optis dengan bantuan teropong.

3.1.8   Roll Meter

Gambar 3.8 Roll meter

Alat ini digunakan untuk mengukur jarak antar titik dan juga untuk mengukur tinggi alat. Roll Meter yang dipergunakan ini mempunyai panjang 50 m.

3.1          Prosedur Pelaksanaan
3.2.1    Pengukuran Poligon sebagai Kerangka Peta
Untuk membuat peta situasi cukup menggunakan titik pasti yang telah diketahui dari jaring triangulasi. Jika titik pasti terlalu jauh, maka dapat diperbanyak dengan poligon mengikat ke muka atau ke belakang.
a.    Penentuan Titik Poligon
Dalam penentuan titik-titik poligon dimulai dari titik-titik pasti yang telah diketahui koordinatnya, titik pasti ditandai dengan adanya patok beton dengan jarak yang paling dekat. Apabila tidak ada titik pasti maka titik lain ditentukan dengan kriteria :
1. Jarak antara titik pasti tidak terlalu dekat atau tidak terlalu jauh sehingga jika dilakukan pendetailan di seluruh lokasi dapat digambar.
2.    Antara titik yang satu dengan yang lainnya dapat saling terlihat.
3.    Jumlah titik tidak terlalu banyak agar mengurangi kesalahan.

b.      Pengukuran Sudut Horisontal
Alat yang digunakan adalah theodolit, sebelum digunakan kunci magnet dibuka dan setelah nonius diam baru ditutup. Pada pembacaan sudut horisontal dilihat dari nonius I yang bisa langsung dikontrol pada nonius II dengan selisih 180o. Pada pelaksanaan hanya nonius I yang dibaca atau diadakan dua kali pembacaan kemudian dirata-rata. Sudut dalam (b) adalah belakang-muka.
Pembacaan sudut dengan mengatur skala/magnet agar strip-strip skala sudut membentuk garis lurus. Pembacaan nonius I dari kiri bawah ke kanan atas dengan selisih 180o dengan satu strip mewakili 1o.

c.  Pengukuran Jarak Secara Optis
Pada pengukuran secara optis digunakan theodolit dan rambu. Caranya rambu didirikan secara tegak lurus lalu dibidik dengan pesawat DT 20 ES. Setelah besaran yang dibidik terlihat tajam, dicatat benang atas, benang bawah, dan benang tengah. Setelah itu jarak mendatar dihitung dengan cara sebagai berikut 
D‘  = 100 (BA – BB) sin z
D   = D’ sin z
      = 100 (BA – BB) sin² z
Δh  = D’ sin m
      = 100 (BA-BB) sin z . sin m
      = 100 (BA-BB) cos m . sin m
      = ½ . 100 (BA-BB) sin 2 m
ΔH = Δh + i – BT
Hb = Ha + ∆H

keterangan :    D         = jarak mendatar
                        D’        = jarak optis
                        BA      = benang atas
                        BT       = benang tengah
                        BB       = benang bawah
                        m         = sudut miring
                        z          = sudut zenith
                        i           = tinggi alat
                        Δh        = beda tinggi T0 ke BT rambu
                        ΔH       = beda tinggi elevasi A dan B
                        Ha       = elevasi A
                        Hb       = elevasi B

Pembacaan zenith dapat dibaca pada teropong zenith, cara membacanya adalah dimulai dari angka kiri atas ke angka yang sama dengan jarak terdekat pada kanan bawah. Satu grid mewakili 10 menit.

3.2.2   Pengukuran Kerangka Vertikal
Pada praktikum Ilmu Ukur Tanah ini pengukuran beda tinggi dilakukan dengan cara:


a.  Trigonometri
Beda tinggi antara dua titik diperoleh setelah dilakukan pengukuran jarak mendatar, sudut helling, tinggi alat, dan benang tengah. Cara trigonometris dipengaruhi oleh suatu kelembaban sehingga menyababkan cahaya dari titik A ke B mengalami refleksi.

b. Dengan Pengukuran Sipat Datar
Alat yang digunakan adalah waterpass, rambu, dan payung. Alat didirikan di tengah-tengah antara titik A dan B dan rambu didirikan di masing-masing titik. Kemudian alat dibidik ke muka dan ke belakang kemudian dicatat bacaan masing-masing benang. Setelah itu dilakukan cara yang sama dengan mengganti ketinggian alat.

3.1.3        Pengukuran Titik Detail

a.  Cara Pengukuran
Pengukuran titik detail dilakukan dengan cara memancar, yaitu pada tiap titik pesawat ditembakkan ke arah kelipatan 45o. Pada tiap garis diambil beberapa titik untuk penggambaran peta.

b. Data yang Diukur
Data yang harus diukur antara lain adalah jarak tiap titik detail dengan titik poligon tempat alat didirikan, ketinggian alat, dan sketsa lokasi pengambilan titik detail.

c.    Pengukuran Beda Tinggi dengan Waterpass
Pengukuran beda tinggi dilakukan dengan cara mendirikan alat pada titik poligon dan mengarahkan ke titik poligon yang lainnya. Pembacaan dilakukan dua kali dengan mengubah ketinggian alat dan dilakukan pengukuran pergi dan pengukuran pulang.

BAB II
DASAR TEORI

2.1     Peta Topografi
2.1.1  Pengertian
         Peta adalah bayangan rupa bumi yang digambarkan di bidang datar (bidang gambar) dengan skala tertentu, sedangkan peta topografi adalah peta yang memperlihatkan unsur-unsur asli dan buatan manusia di atas permukaan bumi. Unsur-unsur tersebut dapat dikenal maupun diidentifikasi dan pada umumnya untuk memperlihatkan keadaan yang sesungguhnya.
Pengertian lain mengenai peta topografi ada dua, yaitu:
a.       Peta yang menggambarkan relief permukaan bumi beserta bangunan alami maupun buatan manusia yang ada di atasnya.
b.      Peta yang menggambarkan relief/sifat permukaan bumi yang digambarkan dengan garis kontur.

 2.1.2   Garis Kontur
Garis kontur adalah garis pada peta yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai ketinggian yang sama terhadap bidang refrensi yang digunakan. Kecuraman dari suatu lereng (stepness) dapat ditentukan dengan adanya interval kontur dan jarak antara dua kontur, sedangkan jarak horizontal antara dua garis kontur dapat ditentukan dengan cara interpolasi. Garis kontur tidak boleh saling berpotongan satu sama lain. Selain itu garis kontur harus merupakan garis yang tertutup baik di dalam maupun di luar peta.
Pada gambar berikut ditunjukan jenis-jenis garis kontur:
(a) kontur sebuah bukit

 (b) kontur sebuah sungai

(c) kontur daerah datar


Sifat-sifat garis kontur adalah sebagai berikut:
1.      Garis kontur selalu merupakan garis tertutup (loop), kecuali pada batas peta.
2.      Dua buah garis kontur dengan ketinggian yang berbeda tidak mungkin saling berpotongan.
3.      Garis kontur tidak mungkin bercabang (dalam hubungannya dengan keaslian alam, kecuali buatan manusia).
4.      Garis kontur dengan ketinggian berbeda tidak mungkin menjadi satu, kecuali pada bagian tanah yang vertikal akan digambarkan sebagai garis yang berimpit.
5.      Semakin miring keadaan tanah, kontur akan digambarkan semakin rapat.
6.      Semakin landai kondisi tanah, kontur yang digambarkan semakin jarang.
7.      Garis kontur yang melalui tanjung/lidah bukit akan cembung kearah turunnya tanah.
8.      Garis kontur yang melalui lembah atau teluk akan cembung kearah titik atau hulu lembah.
9.      Garis kontur yang memotong sungai akan cembung kearah hulu sungai.
10.  Garis kontur yang memotong jalan akan cembung kearah turunnya jalan.

Garis kontur  merupakan ciri khas yang membedakan peta topografi dengan peta lainnya dan digunakan untuk penggambaran relief atau tinggi rendahnya permukaan bumi yang dipetakan. Dari pengertian di atas dapat dipahami betapa pentingnya garis kontur antara lain untuk pembuatan trace jalan/rel dan menghitung volume galian dan timbunan.

2.2       Tahapan Pembuatan Peta
2.2.1    Pengukuran Kerangka Peta
a. Kerangka horisontal
Sesuai dengan keadaan luas daerah yang akan dipetakan, maka kerangka peta yang digunakan dalam praktikum adalah berupa poligon. Poligon dibagi menjadi poligon terbuka dan tertutup. Dalam proses pembuatan kerangka horisontal poligon terbuka/tertutup diikatkan pada titik pasti yang telah diketahui koordinatnya.
Gambar 2.2 Pengukuran gambar horizontal

Keterangan :
1,2,3,…                       : nomor titik
b1,b2,b3,…                : sudut dalam poligon
a1, a2, a3,…              : sudut luar poligon
a12,a23,a34,…          : azimuth

Rumus-rumus yang harus dipenuhi:
1.      Syarat sudut
Jumlah sudut dalam poligon        : Sbd    = (n – 2) x 180o
Jumlah sudut luar poligon           : Sb      = (n + 2) x 180o
Dengan                                     : n        = jumlah titik poligon
                                            Sb      = jumlah sudut poligon

2.      Syarat sisi
Jumlah proyeksi pada sumbu y                          = S(d sin a)        = 0
Jumlah proyeksi pada sumbu  x                         = S(d cos a)       = 0

3.      Azimuth awal
Pengukuran azimuth didasarkan pada arah utara magnet bumi atau azimuth kompas.

4.      Menghitung azimuth masing-masing titik
Untuk poligon sudut dalam   a(n,n+1) = a(n – 1, n) + 180o - bd
Untuk poligon sudut luar       a(n,n+1) = a(n – 1, n) - 180o + b
Dengan:               n    = nomor titik
                a    = azimuth
b        = sudut luar/dalam poligon

Cara perhitungan poligon dilakukan menurut tetapan:
1.      Menjumlahkan sudut dari sudut dalam atau luar yang diukur.
2.      Menentukan besar penyimpangan (b) kemudian memberikan koreksi pada tiap titik.
3.      Menghitung sudut jurusan didasarkan pada sudut poligon yang telah terkoreksi.
4.      Menghitung proyeksi titik ke sumbu x dan y, yaitu d sin a dan d cos a.
5.      Menentukan penyimpangan jumlah jarak proyeksi dan memberikan koreksi pada tiap-tiap jarak tertentu

b. Kerangka vertikal
Kerangka vertikal diukur dengan menggunakan alat waterpass. Pekerjaan waterpassing atau pengukuran beda tinggi, yaitu:
1. Pengukuran beda tinggi di suatu tempat.
2. Pengukuran profil/penampang tanah pada arah melintang.

Beda tinggi antara dua titik adalah selisih tinggi dalam vertikal atau jarak terpendek antara dua nivo yang melalui titik tersebut. Penampang adalah tampang yang arahnya melintang. Pengukuran beda tinggi diperlukan untuk menghitung volume galian dan timbunan tanah.
Dalam pembuatan peta topografi digunakan pengukuran memanjang untuk ketinggian titik detail dan dari hasil pengukuran didapat beda tinggi suatu titik ikat (poligon) terhadap titik ikat lainnya. Beda tinggi yang didapat nantinya akan digunakan sebagai data dalam pembuatan dan penggambaran peta topografi.

Pengukuran beda tinggi antara dua titik dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:


1. Metode menyipat datar
Metode ini menggunakan waterpass sebagai alat ukur.
DHAB          = BTA – BTB
HB              = HA + DHAB
Dengan      :
DHAB          : beda tinggi antara titik A dan titik B
BT              : Bacaan benang tengah
H                : Ketinggian/elevasi
                                              
2. Metode barometris 
Metode barometris menggunakan barometer sebagai alat ukur. Metode ini memakai prinsip menggunakan tekanan udara pada tempat yang akan dicari ketinggiannya. Untuk mengetahui ketinggian dari muka air laut rata-rata. Setelah ketinggian diketahui maka beda tinggi yang diperoleh kurang akurat, karena tergantung dari suhu, kelembaban udara, dan juga gaya tarik bumi.
Dalam pemilihan titik detail harus disesuaikan dengan kondisi lapangan,, yaitu jangan terlalu jarang maupun terlalu rapat. Jika titik terlalu jarang maka hasil peta situasi tidak akan mencerminkan kondisi yang sebenarnya, namun jika terlalu rapat, kurang efisien. Untuk daerah datar cukup diambil beberapa titik saja tetapi untuk tanah bergelombang diambil titik efektifnya, untuk parit diambil data tentang kedalaman dan lebarnya.

Agar pengambilan titik detail lebih mudah, mengenai sasaran, maka titik tersebut dapat dikelompokan sebagai berikut:
a.       semua jalan (meliputi: jalan raya, jalan kecil, dll)
b.      saluran-saluran air, batas sungai, batas pantai
c.       jembatan, gardu listrik, tugu, monumen, dll
d.      lapangan olahraga, lapangan terbang, persawahan, permukiman
e.       kantor pemerintahan, kantor polisi, bank, pasar, toko, dll
f.       batas-batas propinsi, kabupaten, kecamatan, kelurahan, dll
Pada setiap pengukuran suatu titik detail, perhitungan jarak dan beda tinggi dilakukan dengan cara tachimetri atau disesuaikan dengan alat yang digunakan, untuk theodolit digunakan rumus-rumus sebagai berikut:
Jd (jarak datar)           = Jm cos m
                                 = (BA – BB) x 100 x cos2 m

Beda tinggi = DH         = ½ (BA – BB) x 100 sin 2m + i– BT
Dengan:
i               = tinggi alat
BA          = bacaan benang atas
BB          = bacaan benang bawah
BT           = bacaan benang tengah
m             = sudut miring
z              = sudut zenith = 90o - m
DH          = beda tinggi antara titik A dan B
Jd            = jarak datar
Jm           = jarak miring

3. Metode Trigonometri
Pada metode ini alat yang digunakan adalah theodolitBeda tinggi antara A dan B = Jd tan m
Dengan:
Jd = jarak datar
z   = sudut zenith
m  = sudut miring   

c. Data yang harus diukur
Data yang harus dicari tergantung dengan alat yang digunakan. Data yang perlu diukur dalam kaitannya dengan pengukuran kerangka horisontal dengan menggunakan theodolit adalah benang atas, benang bawah, benang tengah, azimuth, zenith, tinggi alat dan sketsa pengukuran, sedangkan data yang perlu diambil untuk kerangka vertikal adalah data dari penggunaan waterpass, yaitu benang atas, benang bawah, dan benang tengah.

d. Praktikum yang dilaksanakan
Praktikum dilaksanakan di lokasi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kerangka horisontal berupa poligon segi lima tidak beraturan. Pengukuran kerangka horisontal dengan menggunakan theodolit 0 (T0) dan digital theodolit (DT), sedangkan untuk kerangka vertikal digunakan alat berupa waterpass. Setiap titik poligon dilakukan dua kali pengukuran, yaitu pengukuran pergi dan pengukuran pulang.

2.2.2  Pengukuran Titik Detail
Titik detail adalah semua penampakan yang ada di muka bumi baik alamiah maupun buatan manusia. Pada pengukuran ini tidak mungkin dilakukan secara lengkap dan terperinci, oleh karena itu harus diambil titik detail seefektif mungkin yang dapat mewakili dalam penggambaran peta situasi nantinya.

a.   Cara-cara pengambilan titik detail
Dalam pengukuran titik detail dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :
1.     Pengukuran Titik Detail dengan Cara Memancar

Cara ini dipakai jika jarak antara titik pasti berdekatan. A dan B adalah titik pasti. Dari gambar di atas pesawat diletakan di titik A lalu diambil a1, a2, a3,…, sedangkan arah sumbu masing-masing menjauhi titik A, begitu juga titik B.
2.   Pengukuran Titik Detail dengan Cara Melompat
Adakalanya kita mengalami kesulitan jika menggunakan metode memancar dalam mengukur titik detail karena titik pasti berjauhan, sehingga diperlukan cara melompat. 
3.   Pengukuran Titik Detail dengan Cara Grid
Dilakukan dengan membuat grid-grid tiap jarak tertentu.

b. Data yang harus diukur
Data pengukuran titik detail yang diperlukan adalah azimuth, zenith, benang atas, benang bawah, benang tengah, dan tinggi alat serta sketsa pengukuran titik tersebut. Data tersebut digunakan untuk mencari jarak dan beda tinggi antara tempat alat didirikan dengan titik detail yang diukur.

c. Praktikum yang dilaksanakan
Alat yang digunakan untuk pengukuran titik detail adalah theodolit 0 (T0) dan digunakan cara pengukuran memancar pada tiap titik poligon. Pada titik poligon dilakukan pendekatan dalam arah azimuth 0o, 45o, 90o, 135o, 180o, 225o, 270o, dan 315o serta ke arah titik penting lainnya, antara lain sudut-sudut bangunan, jalan, talud, saluran air, dan lain-lain.

back halaman 1                                                                                                       next halaman 3